Jakarta, Gatra.com - Nasib mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, Idrus Marham ditentukan hari ini. Idrus akan menjalani sidang putusan atau vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, setelah sebelumnya sidang ditunda selama sepekan.
"Iya, semoga sidang enggak ditunda lagi," kata pengacara terdakwa Idrus, Samsul Huda saat dikonfirmasi Gatra.com, Selasa pagi (22/4).
Sidang pembacaan putusan terhadap terdakwa kasus suap proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1 diagendakan pada pekan lalu (16/4). Namun, majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang karena alasan pemilu.
Terkait sidang hari ini, kuasa hukum mantan menteri sosial ini berharap agar hakim dapat membebaskan kliennya. Namun jika pun diputus bersalah, ia minta agar kliennya dihukum ringan.
"Dan kami berharap beliau diputus bebas oleh majelis hakim, namun jika tidak memungkinkan, berharap dihukum seringan-ringannya," kata Samsul.
Dalam perkara ini, Idrus didakwa menerima suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Idrus dihukum atau divonis 5 tahun penjara dan membayar denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Dalam persidangan penuntut umu menilai terdakwa Idrus terbukti menerima suap Rp2,250 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited itu.
Idrus didakwa bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih menerima suap untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Dalam perkara ini, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Eni Saragih sendiri telah divonis bersalah oleh majelis hakim. Dia dihukum 6 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Sementara Kotjo telah divonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda sebesar Rp150 juta oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.