Jakarta, Gatra.com - Meskipun Pemilu Serentak 2019 telah usai, tetapi masih menyisahkan permasalahan. Ikatan Masyarakat Peduli Indonesia (IMPI) mengatakan, Capres 02 Prabowo dan kubu pendukungnya harus siap-siap menghadapi polisi dan pengadilan bila ternyata klaim kemenangan 62% tidak sesuai dengan hasil penghitungan resmi KPU.
"Kalau mereka bohong, mereka terancam hukuman 10 tahun penjara sesuai UU no 1 tahun 1946," kata juru bicara Ikatan Masyarakat Peduli Indonesia, Ade Armando, Senin (22/04).
Hal ini disampaikan seusai IMPI menyampaikan laporan pada Bareskrim Polri tentang pidato Prabowo pada tanggal 17 dan 18 April.
Yang dilaporkan adalah pidato mengenai klaim bahwa berdasarkan real count di 320.000 TPS, Prabowo sudah mengalahkan Jokowi dan sudah menjadi Presiden Indonesia. IMPI meyakini bahwa klaim Prabowo tersebut tidak benar.
Ade mengatakan, pihak kepolisian telah menerima pelaporan itu. Tapi, lanjut Ade, pelaporan tersebut saat ini belum bisa ditindaklanjuti kepolisian mengingat perlu ada bukti bahwa klaim tersebut merujuk pada data ysng salah.
"Indikatornya adalah hasil penghitungan suara oleh KPU," kata Ade.
"Tapi begitu tanggal 22 nanti ternyata Prabowo kalah, polisi akan mulai memeriksa kebohongan Prabowo tersebut," sambungnya.
Menurut Ade, yang berpotensi terkena ancaman hukum pidana bukan hanya Prabowo, tapi juga semua pihak yang mengklaim kemenangan 62% berdasarkan real count.
"Kalau hasil quick count tidak bermasalah. Tapi istilah real count hanya bisa merujuk pada penghitungan KPU,” katanya.
Karena itu Ade menyarankan semua pihak untuk berhati-hati menyatakan hasil real count. "Konsekuensinya serius," ujar Ade.
Menurut Ade, saat ini pihak kepolisian terus memantau klaim-klaim sepihak berbagai pihak. "Tapi polisi tidak bisa gegabah bertindak karena memang harus bisa membuktikan bahwa data tersebut salah," ujar Ade.
Hendry Roris Sianturi