Jakarta, Gatra.com - Nama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dikabarkan menjadi sumber uang Rp8 miliar yang dikumpulkan Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso ke dalam 400 ribu amplop untuk “serangan fajar” pemilu 2109.
Namun saat dikonfirmasi kepada Kuasa Hukum Bowo, Saut Edward Rajagukguk, ia tidak mau mengatakan apakah informasi itu benar atau tidak. Dia hanya mengatakan hingga saat ini belum menyebutkan nama menteri itu. “Saya belum pernah lontarkan nama menteri,” kata Saut saat dihubungi oleh Gatra.com, Senin (22/4).
Ketika kembali ditanya soal rincian jumlah sumber uang “serangan fajar” itu, Saut tidak mau berkomentar banyak. Katanya hal itu sudah ada di dalam materi BAP, sehingga Ia belum berani membukanya ke muka publik. “Siap, maaf, Saya materi BAP agak belum berkenan bicara,” jawab Saut.
Sebelumnya Saut memang membenarkan bahwa salah satu menteri yang menjabat saat ini merupakan sumber dari uang Rp8 miliar yang dikumpulkan Bowo.
“Sumber uang yang memenuhi Rp8 miliar yang ada di amplop tersebut sudah dari salah satu menteri yang sekarang lagi menteri di kabinet ini," ujar Saut saat mendampingi pemeriksaan Bowo di Gedung KPK, Rabu (10/4).
Sementara Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan KPK akan mempelajari keterangan dan informasi tersebut. Adapun jika informasi itu disampaikan dan dituangkan dalam berita acara penyidikan.
“Jika keterangan atau informasi disampaikan dalam sebuah pemeriksaan dan dituangkan di berita acara, tentu perlu kami pelajari informasi tersebut. apakah berdiri sendiri atau ada kesesuaian dengan bukti-bukti lain,” kata Febri saat dikonfirmasi Senin (22/4).
Dalam kasus ini KPK menetapkan, Bowo Sidik Pangarso (BSP); Indung (IND) dari PT Inersia, dan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti (AWI) sebagai tersangka. Perkaranya adalah dugaan suap terkait kerjasama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
Sebelumnya, Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke 84 kardus di kantor PT Inersia. Perusahaan ini milik Bowo Sidik Pangarso. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
KPK menjelaskan bahwa uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar. Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar diduga berasal dari penerimaan-penerimaan lain bagi Bowo.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung, anak buah Bowo yang berperan sebagai penerima suap, diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.