Lombok Timur, Gatra.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, membantah salah satu calon angota legislatif (caleg)-nya DPRD melakukan politik uang.
"Tidak ada transaksi politik uang. Memang benar ada pertemuan dengan ibu-ibu, yang bersangkutan hanya mengganti biaya konsumsi dan itu bukan money politics, apalagi sampai diistilahkan OTT. Bawaslu sendiri tidak pernah mengeluarkan pernyataan tersebut," kata Ketua DPD PKS Kabupaten Lombok Timur Murnan dihubungi wartawan dari Mataram, Selasa malam (16/4).
Bantahan tersebut terkait dengan tudingan terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh salah seorang kader PKS Lombok Timur, berinisial MMA karena diduga membagi-bagikan amplop untuk mempengaruhi pemilih agar mencoblos namanya di pemilihan Legislatif (Pileg) Rabu (17/4) ini.
Meski demikian Murnan sudah menghubungi Bawaslu Kabupaten Lombok Timur untuk meminta waktu audiensi mengklarifikasi kejadian tersebut.
Murnan juga meminta Bawaslu untuk segera bertindak dan melihat apakah ada aturan Pemilu yang dilanggar atau tidak. Bawaslu diminta segera melakukan klarifikasi atas isu yang bisa menimbulkan citra negatif kepada partai nomor urut 8 tersebut.
“Bila Bawaslu telah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini dan ternyata memang tidak ada aturan Pemilu yang dilanggar, kami meminta kepada Bawaslu untuk memberikan klarifikasi dan memberikan penjelasan kepada masyarakat. Harapan kami dilakukan secepat-cepatnya agar tidak menjadi isu yang negatif untuk PKS,” ujarnya.
Diketahui Calon Anggota DPRD Kabupaten Lombok Timur Dapil I dari PKS, berinisial MAA diamankan oleh Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) dan masyarakat, Senin (15/4) malam.
Yang bersangkutan diamankan karena diduga membagikan amplop berisi uang dan stiker pada masyarakat di dua dusun. MAA kini dalam proses klarifikasi di Bawaslu Lombok Timur.
Ketua Panwaslu Lombok Timur, Retno Sirnopati menjelaskan, Caleg tersebut diamankan diduga tengah kampanye di masa tenang dengan memberikan amplop pada warga.
Pengawas TPS mendapatkan oknum Caleg sedang kampanye di masa tenang di Kecamatan Selong kemudian dilaporkan ke pengawasan desa dan pengawasan kecamatan untuk dibawa ke Bawaslu Kabupaten.
“Caleg dan warga penerima amplop saat ini masih diklarifikasi dan didalami perannya,” kata Retno.
Retno mengatakan, Caleg tersebut jika terbukti terancam dicoret dari kepesertaan dalam pemilu.
Ketua Divisi Hukum, Data dan Informasi Bawaslu NTB, Suhardi, mengatakan Caleg tersebut dapat dijerat Pasal 523 ayat (2) undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dia dapat diancam pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.
Reporter: Hernawardi
Editor: Anthony Djafar