Belitung, Gatra.com - Siapa bilang areal bekas tambang timah akan menjadi kawasan tandus dan kerontang? Pandangan umum itu terbantah dengan aktivitas masyarakat yang menggarap ceruk lahan bekas tambang timah di daerah Air Gang, Desa Selingsing, Kecamatan Gantung, Belitung Timur, Bangka Belitung. Di permukaan lahan seluas 6,5 hektare itu masyarakat bercocok tanam dan menyulap lahan kritis menjadi komoditas bernilai tambah.
Ketika GATRA berkunjung ke lokasi, awal April lalu, hamparan lahan tersebut telah ditanami beragam varietas tanaman cabai, kopi, dan tanaman lainnya. Cabai menjadi komoditas andalan dengan luas areal tanam 1 hektare yang ditanami 12.000 batang. Diikuti tanaman kopi sebanyak 500 pohon, dan 450 tanaman campuran seperti: jambu jamaika, jambu biji kristal, jambu cincalo, sawo, dan sukun.
Layaknya lahan bekas reklamasi, di beberapa titik lahan dijumpai kolam bekas galian tambang (kulong) yang kini berisi air. Kulong yang menyerupai danau kecil itu, kini disulap menjadi dermaga kecil yang menjadi sumber pengairan. Ketika musim hujan mulai jarang, air kulong dipompa dengan mesin diesel 16 PK untuk disimpan dalam tandon berupa lima unit tangki berkapasitas 1.000 liter. Stok air itu untuk menyiram cabai dan tanaman lainnya.
Aktivitas penanaman di areal tersebut merupakan bentuk inovasi yang digagas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mitra Jaya Selingsing bekerja sama dengan pemerintah desa Selingsing.
Direktur Utama BUMDes Mitra Jaya Selingsing, Muhammad Rais mengatakan, pihaknya menggarap lahan bekas tambang yang berada dalam wilayah konsesi PT. Timah Tbk itu sejak 2017. Komoditas yang pertama kali ditanam adalah tanaman buah-buahan. Setahun setelahnya, BUMDes baru menggagas penanaman cabai.
Cabai menjadi komoditas pilihan yang ditanam di area tersebut. Pertama karena di daerah tersebut yang pada 2017 sempat menembus harga Rp150.000 per kilogram. Kedua, karena masyarakat Belitung Timur termasuk konsumen cabai yang pasokannya banyak diambil dari luar daerah Belitung.
“Jadi di pasar waktu itu harganya mahal. Sehingga kami di unit jasa pertanian BUMDes melakukan penanaman cabe di polybag yang ditanam di belakang kantor desa,” kata Rais kepada GATRA. Seingatnya ketika itu ada 3.750 tanaman cabai jenis kartika ditanam di polybag. Tak disangka, dari hasil penanaman itu masyarakat dapat memanen 800 kilogram cabai yang keuntungannya menjadi modal awal bagi BUMDes untuk melakukan penggarapan usaha secara lebih serius.
Bak gayung bersambut, pada 2017 PT Timah Tbk dan Polda Bangka Belitung menggalang kerja sama program Bhabinkamtibmas Go-Green di lahan reklamasi Air Gang, Desa Selingsing, Belitung Timur. Pemerintah Desa Selingsing dan BUMSes Selingsing mendapat kepercayaan untuk menggarap lahan. Rais dan Koleganya terpikir untuk menerapkan pengalaman menana cabai di kantor desa ke lahan bekas tambang timah.
Ia lantas mengusulkan anggaran sejumlah Rp 30 juta ke pemerintah desa sebagai proposal awal penanaman pohon cabai. Salah satu pekerjaan terbesar dari pihak BUMDes, yaitu mengoptimalkan lahan bekas tambang timah tersebut agar cocok ditanami pohon hortikultura. Kepala Unit Pertanian dan Peternakan BUMDes Mitra Jaya Selingsing, Ferry Surya, membeberkan pihaknya bekerja ekstra untuk menetralisir pH tanah di bekas lahan tambang itu.
Untuk mengembalikan sifat unsur hara yang berkurang, Ferry mengajak koleganya untuk menaburkan dolomit dan pupuk kandang ke lahan. Rasionya 1 berbanding 6, yaitu 50 kilogram dolomit dicampur dengan 300 kilogram pupuk kandang ayam. “Jadi rata-rata 1 hektar itu sekitar 3-4 ton pupuk kandang,” ujar Ferry.
Nah, untuk menetralisir pH air yang terdapat di kolam bekas galian, ia juga punya trik tersendiri. Caranya dengan menabur 5 kilogram pupuk urea ke kolam berukuran 20x40 meter. “Itu kami tabur di kolam yang kami tutup (tidak mengalir) supaya ganggangnya tumbuh. Jadi ganggang hijaunya tumbuh, pH-nya naik. Ganggang menetralisir air,” katanya lagi.
Setelah perlakuan teknis diberikan kepada lahan, baru kemudian pihak BUMDes memulai penanaman cabai pada 18 Februari 2018. Penggarapan tersebut melibatkan 14 petani setempat. Para petani melakukan pemupukan dan pemanenan terhadap cabai berjenis baskara, kering, kartika, dan cabai kampung di wilayah tersebut. Pada saat panen raya, para petani mendapat upah petik sebanyak Rp5000 per kilogram.
Untuk mendukung operasionalisasi, pihak BUMDes juga memberdayakan enam ekor sapi yang ditempatkan di kandang lahan. Sapi tersebut selain menjadi aset desa juga memberikan kontribusi terhadap pemberian pupuk kandang alami di areal lahan. Tidak hanya itu, pihak BUMDes juga membandingkan 3.500 bibit ikan nila dan gabus di dua titik danau. Dua kegiatan tersebut menjadi nilai tambah selain aktivitas pokok bercocok tanam.
Dari hasil budi daya tanaman cabai saja, pada Maret 2018 lalu, BUMDes Mitra Jaya Selingsing berhasil memetik hasil panen sebanyak empat ton atau meraup keuntungan sebesar Rp100 juta. Meski nominalnya belum begitu besar, Muhammad Rais berkeyakinan upaya yang dilakukan pihaknya dapat memacu semangat petani dan masyarakat. “Dari keuntungan itu, sebanyak Rp30 juta kami kembalikan ke masyarakat untuk pemberdayaan,” katanya.
Kepala Desa Selingsing, Kabupaten Belitung Timur, Harianto, menyebutkan program inovasi desa yang digagas BUMDes Mitra Jaya Selingsing membuka paradigma baru bagi masyarakat. “Kami tahu bahwa 60 persen wilayah kami adalah tambang. Jadi untuk mengubah mindset ini kami coba dari hal-hal kecil seperti budi daya cabai ini. Jadi desa kami ini dulunya sangat gersang, tingkat keasaman tanahnya sangat tinggi,” tuturnya.
Menurut Harianto, meski hasil produksi tanaman cabai belum optimal, upaya BUMDes menyulap lahan kritis menjadi produktif layak dan patut diapresiasi. “Meski dikatakan kurang berhasil, kalau kita melihat modal awal dan akhir, kami masih untung. Selain itu, kami bisa membuktikan bahwa lahan yang sudah divonis tak dapat menghasilkan ternyata bisa,” katanya.
Kepala Bidang Pemberdayaan Kemasyarakatan, Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pemkab Belitung Timur, Harsilaini, mengatakan program inovasi desa yang digagas BUMDes Mitra Jaya Selingsing layak menjadi percontohan bagi desa lainnya.