Jakarta, Gatra.com - Dalam debat putaran terakhir, calon presiden Prabowo Subianto menyinggung rendahnya rasio pajak Indonesia yakni sekitar 10%-11%.
Ternyata, hal tersebut bukanlah isapan jempol. Rendahnya rssio pajak juga diakui oleh Ditjen Pajak. Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama, tax ratio memang tergolong cukup rendah, bahkan bila dibandingkan beberapa negara tetangga.
"Saat ini 11,4% dalam arti luas (penerimaan pajak, bea cukai, dan PNBP pertambangan)," katanya ketika kepada Gatra.com, di Jakarta, Senin (15/04).
Meskipun demikian, kata Hestu, Ditjen Pajak sedang melaksanakan tax reform secara gradual, tujuannya untuk meningkatkan tax ratio menjadi 16% dalam jangka menengah (4 atau 5 tahun ke depan).
Menurutnya, tax reform telah dimulai dari tax amnesty tahun 2016/2017 yang meningkatkan basis data perpajakan (deklarasi dan repatriasi harta tambahan sebesar 4.881 T) dan meningkatkan awareness masyarakat terhadap kewajiban perpajakan.
"Seperti saya singgung didepan, kita juga sudah memiliki akses informasi atas data-data keuangan baik domestik dan internasional (UU 9/2017), yang akan menjadi instrumen sangat penting dalam mendorong kepatuhan masyarakat/WP," ia menjelaskan.
Selanjutnya, Hestu mengatakan, reformasi akan berbasis pada pembangunan CoreTax System, dimana dengan penerapan teknologi informasi yang modern dan proses bisnis perpajakan yang terintegrasi, administrasi perpajakan akan berjalan secara efektif dan efisien untuk memastikan para WP melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar.
"Kita tidak puas dengan tax ratio saat ini, dan tantangan ke depan sangat riil, dimana kita bisa meningkatkan tax ratio secara gradual sampai pada level yang optimal, namun dengan tetap menjaga kondisi ekonomi yang kondusif (bussiness friendly)," jelasnya.