Jakarta, Gatra.com - Polarisasi dan gap pemilih yang sangat tajam dinilai bersumber dari rumitnya sistem pemilu serentak 2019. Gap ini yang menimbulkan berbagai konflik di tingkat bawah atau pemilih.
"Justru pada situasi seperti ini lebih mengedepankan emosi daripada fakta-fakta atau data yang ada," ungkap Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni di kawasan Jakarta Selatan, Senin (15/4).
Titi menambahkan pemilu 2019 seharusnya menjadi fundamental historical dan monumental bagi demokrasi Indonesia. Karena untuk pertama kalinya, pemilu legislatif dan presiden digelar secara serentak.
Menuju hari pemungutan suara, kompleksitas teknis ini berdampak pada hal yang sifatnya substansial. Hal ini karena ada kegagapan dan ketidaktahuan aturan main pemilu seperti yang terjadi di Hongkong dan Sydney, Australia.
"Pemungutan suara di luar negeri itu jam 08:00 sampai jam 17:00, tetapi teknisnya tidak memadai. Maka Orang yang sudah masuk antrian tidak bisa menggunakan hak pilihnya," papar Titi.