Jambi, Gatra.com - Peraturan Walikota Jambi Syarif Fasha tentang kenaikan tarif PDAM Tirta Mayang sudah didaftarkan diuji materi ke Mahkamah Agung RI di Jakarta. Gugatan itu menyusul kenaikan tarif air PDAM Tirta Mayang mencapai 100 persen dan pemberlakuan minimum changer yang diberlakukan per 1 Oktober 2018.
Perwal Nomor 45 tahun 2018 yang menjadi dasar kenaikan dinilai tak punya payung hukum. Wali Kota Jambi, Syarif Fasha digugat oleh dua orang masyarakat asal Kota Jambi. Mereka adalah M. Rusydanul Anam, warga Kasang Jaya Jambi Timur dan Yandrik Ershad, warga Telanaipura.
Meski beberapa hari lalu, Wali Kota Jambi, Syarif Fasha mengevaluasi keseluruhan tarif PDAM melalui Peraturan Walikota (Perwal) per 1 Mei mendatang dengan menurunkan tarif air minum, namun peraturan itu tetap akan digugat lagi ke Mahkamah Agung.
“Kami masih menunggu hasil uji materi yang kami daftarkan pada 28 Maret 2019 lalu. Semoga Majelis Hakim Mahkamah Agung memberikan keputusan yang adil bagi masyarakat. Kami juga sedang mengumpulkan selebaran dukungan yang disebarkan ke para pelanggan PDAM untuk kami serahkan kembali ke Mahkamah Agung. Kami melihat aturan per 1 Mei itu masih belum memiliki rasa keadilan sesuai dengan peraturan dan akan tetap kami uji kembali ke Mahkamah Agung. Pemberlakuan changer minimum yang tidak ada dasar hukumnya pelanggan dipaksa memakai air yang tidak dipakai," M. Rusydanul Anam menjelaskan kepada Gatra.com, Senin (15/4).
Hal senada juga dikatakan, Yandrik Ershad. Menurut Yandrik, penurunan tarif per 1 Mei itu belum memiliki rasa keadilan yang mengacu pada peraturan yang berlaku misalnya pada Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 71 tahun 2016 tentang perhitungan dan penetapan tarif air minum 4 persen dari Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi sekitar Rp2,6 juta dan sejumlah aturan lainnya.
"Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tidak tersentuh sama sekali pada peraturan walikota lama maupun yang baru, ini juga sudah kami lampirkan dalam gugatan ke Mahkamah Agung lalu," ujar Yandrik.
Yandrik bilang, di dalam buku laporan yang diterima pihaknya melalui Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum Kementerian PUPR pada tahun 2015 sampai 2017, PDAM Tirta Mayang Jambi dalam kondisi sehat. Artinya, bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Walikota Jambi bahwa PDAM merugi.
"Seingat kami APBD Kota Jambi pada tahun ini sudah mencapai sebesar Rp1,7 triliun. Sedangkan dalam aturan, jika tarif rata-rata tidak tercapai pemulihan biaya secara penuh atau full cost recovery maka pemerintah wajib menyediakan kebijakan subsidi dengan tujuan untuk membantu biaya produksi supaya harganya tetap terjangkau oleh masyarakat," kata Yandrik.
Yandrik menyayangkan surat yang dikeluarkan PDAM mengenai peralihan pelanggan MBR menjadi pelanggan reguler dibebankan untuk membayar biaya administrasi sebesar Rp100 ribu. Anehnya lagi, kata Yandrik, surat itu dikeluarkan pada 4 Maret 2019 mulai terhitung diberlakukan sejak 21 Februari 2019 sampai akhir Maret 2019. Sementara pelanggan diminta melunasi tagihan bulan berjalan. Bagi pelanggan yang tidak bersedia beralih ke pelanggan reguler maka jaringan airnya akan diputuskan oleh petugas PDAM.
"Setahu kami pada tahun 2017 sebelum Pilwako 2018, Wali Kota Jambi melaunching 1.000 sambungan baru untuk pelanggan MBR di Kota Jambi. Dan sekarang pelanggan MBR dipaksa untuk menjadi pelanggan reguler. Sedangkan pelanggan MBR diatur dalam aturan tertinggi di atas perwal," kata Yandrik.
Yandrik menjelaskan seperti pada golongan sosial Rp3.600 menjadi Rp3.000 dari pemakaian 1 kubik sampai di atas 20kubik. Golongan rumah tangga atau R1 tetap Rp4ribu perkubik, namun di pemakaian 11 sampai 20 kubik Rp5.000 menjadi Rp4.500, dan di atas 20 kubik Rp6.300 menjadi Rp5.500.
Golongan rumah tangga atau R2 dari Rp4.200 menjadi Rp4.000, pemakaian 11 sampai 20 kubik Rp6.300 menjadi Rp5.500, dan di atas pemakaian 20 kubik Rp 8.900 menjadi Rp6.500. Sedangkan untuk golongan niaga 1, Rp8.000 menjadi Rp6.000, pemakaian 11 sampai 20 kubik dari Rp12.000 menjadi Rp7.500 dan pemakaian di atas 20 kubik dari Rp18.000 menjadi Rp10.000.
Golongan niaga II dari Rp10.000 menjadi Rp7.500, pemakaian 11 sampai 20 kubik dari Rp15.000 menjadi Rp10.000, dan pemakaian di atas 20 kubik dari Rp22.500 menjadi Rp15.000. Dan golongan niaga III dari Rp12.500 menjadi Rp8.000, pemakaian 11 sampai 20 kubik Rp18.800 menjadi Rp15.000, dan pemakaian di atas 20 kubik Rp28.800 menjadi Rp20.000. Pelanggan niaga I sampai III tetap dikenakan pemakaian changer minimum di dalam aturan baru itu.
Untuk diketahui, dikutip dari bukti penerimaan berkas perkara Wali Kota Jambi, Syarif Fasha resmi digugat ke Mahkamah Agung pada 28 Maret 2019. Diterima dan bertandatangan oleh Plt Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Tata Usaha Negara Mahkamah Agung, Ria Susilawesti.
Kemudian, yang paling fatal pada Perwal itu sendiri dalam angka 8 masih menggunakan ketentuan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 11 Tahun 2005, sedangkan dalam Perda Nomor 12 tahun 2015 dalam Pasal 88 ayat (3) disebutkan bahwa pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku maka Perda Nomor 5 tahun 1990 dan Perda Nomor 11 tahun 2005 tentang Pedoman Penetapan Air Minum Tirta Mayang Kota Jambi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Reporter Ramadhani
Editor: Jogi Sirait