Jakarta, Gatra.com - Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ), Musdah Mulia menilai fenomena di masyarakat yang gencar menyuarakan antifeminisme merupakan sikap mencederai demokrasi yang ada di Indonesia. Pasalnya, salah satu sendi demokrasi adalah kesetaraan. Kesetaraan gender laki-laki perempuan yang merupakan inti utama perjuangan para feminis.
"Kalau Indonesia dipenuhi oleh orang yang antifeminisme, ya itu kan merusak sendi demokrasi," ujarnya dalam diskusi yang bertajuk 'Feminisme dalam Islam' yang diadakan Club Kajian Islam "Salam" bersama Indonesian Confrence on Religion and Peace (ICRP) di Jakarta, Minggu (14/4).
Baca Juga: Kenapa Hak Politik Perempuan 30%, Ini Jawaban Musdah Mulia
Lebih lanjut, Musdah menjelaskan penolakan terhadap perjuangan kaum feminis juga terjadi di tingkat global, bukan hanya kasus di Indonesia. Menurutnya, ini gerakan berbahaya yang bersifat internasional karena mengancam dekokrasi dan prinsip-prinsip pluralisme.
Musdah memberi contoh yang dilakukan kelompok teroris ISIS. Mereka kelompok yang sangat berbahaya untuk kelangsungan demokrasi di negaranya. Yang terjadi di Indonesia mungkin masih letupan kecil. Namun, tidak menutup kemungkinan akan menjadi cikal bakal runtuhnya demokrasi dan pluralisme tanah air.
"Ini kan sebenernya aksi yang sebenernya sama seperti ISIS. Mungkin masih kecil, tapi kalau makin besar itu berbahaya sekali untuk demokrasi kita", pungkasnya.
Baca Juga: Musdah Mulia: Feminisme Berasal dari Tauhid
Sebagai informasi, sebelumnya tengah ramai dibicarakan gerakan kampanye antifeminisme yang dilakukan di media sosial. Salah satu pegiat kampanye tersebut adalah akun Instagram 'Indonesia Tanpa Feminis' yang mengawali kampanye digital mereka pada pertengahan Maret 2019. Akun tersebut ramai diperbincangkan dengan jargon yang disuarakan indonesia tak butuh feminisme dan menyebarkan tanda pagar #uninstalfeminisme di jagat maya.