Jakarta, Gatra.com - Telah genap setahun Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dipercaya mengelola dana haji sejak diberi kewenangan tersebut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2018 yang diteken Presiden Joko Widodo. Sejak itu, BPKH telah menempatkan dana haji melalui beragam skema investasi dalam bentuk perbankan syariah seperti giro, deposito berjangka, maupun tabungan. Skema investasi lain dari keuangan haji juga bisa dilakukan dalam bentuk surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.
Majalah GATRA Edisi Nomor 17 Tahun 25 menulis bahwa tentu itu semua dilakukan sesuai prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, manfaat, dan likuiditas serta mengoptimalkan pengelolaan resiko. BPKH mengklaim dana kelolaannya melampaui target. Bahkan, BPKH memprediksi pencapaian dana kelolaan haji pada 2019 berpeluang mengalami peningkatan signifikan. Ini berdasarkan pada pencapaian pada 2018 yang melebihi 100%.
"Target awal ditetapkan hanya Rp111,8 triliun, namun BPKH berhasil mengembangkan dana menjadi Rp113 triliun," kata Kepala BPKH Anggito Abimanyu dalam pertemuan dengan wartawan di Kantor Kemenag RI, Jakarta, akhir Januari lalu yang juga dihadiri wartawan Gatra, M. Ihsan Harahap.
Baca Juga: Debat Pamungkas, Hasto: Puncak Kinerja Jokowi-Ma'ruf
Dana kelolaan BPKH tersebut disalurkan di dua sektor yang sudah lolos sertifikasi International Organization for Standardization (ISO). Pertama, Penempatan di Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH yang terealisasi sebesar Rp65,4 triliun dari target awal hanya Rp55,9 triliun. Kedua, Investasi di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang terealisasi sebesar Rp48,7 triliun dengan target awal hanya Rp55,9 triliun.
"Sebanyak 32% berasal dari dana pihak ketiga Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Adapun biaya operasional (indirect cost) dari tahun berjalan, hemat sebesar Rp224 miliar dari anggaran Rp4,852 triliun. Artinya hanya Rp4.628 triliun yang terpakai," katanya.
Dengan capaian itu, Anggito optimistis pada 2019 mampu meningkatkan proyeksi dana mencapai Rp121,3 triliun. Dana tersebut nantinya memiliki nilai manfaat yang meliputi penempatan dana di BPS BPKH sebesar Rp2,891 triliun, investasi sebesar Rp4,149 triliun, serta Dana Abadi Umat Rp200 miliar.
Baca Juga: Ini Isi Kesepakatan Ulama Aceh dengan Capres Prabowo
Lebih jauh lagi, sebagai bentuk transparansi dalam melaksanakan Undang Undang nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Dana Haji, BPKH merilis virtual account yang berfungsi mengecek setoran dana haji, nilai manfaat, dan pengelolaannya.
"Penduduk Indonesia yang tergolong calon jamaah haji sebanyak 4 Juta jiwa yang mendaftar melalui 31 Bank dan UUS di seluruh Indonesia. Asumsi kita masih ada 13 juta penduduk wajib haji yang belum mendaftar" kata Anggito. Sebagai mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, angka tersebut diprediksi akan mengalami peningkatan.
Dengan konstruksi peluang semacam itu, BPKH berencana memperluas ruang investasi dengan cara yang sedikit berbeda. Yakni, menempatkan dana kelolaan haji dengan cara investasi langsung (direct investment) sebesar 15% dari target dana kelolaan sebesar Rp18,5 triliun ke Arab Saudi. Serius mewujudkan ini, BPKH berencana melakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan dalam negeri untuk berbagai proyek investasi langsung.
Baca Juga: Optimalkan Pelaksanaan Haji, TPP Kemenkes Lakukan Konsolidasi
"Kita alokasikan sekitar 15% untuk investasi langsung dari total dana. Fokus kita di Arab Saudi, terutama untuk pangan, catering, dan hotel. Kita akan akuisisi perusahaan money changer di Arab Saudi. Untuk lainnya, termasuk dengan Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA), masih kita diskusikan soal kesepakatan-kesepakatannya," kata Anggito.
Dana Haji menjadi salah satu topik yang dibicarakan dalam debat terakhir capres 2019 malam ini di Jakarta, Sabtu (13/4).
Sandika Prihatnala dan Aulia Putri Pandamsari