Surabaya,Gatra.com - Ketua Pusat Studi Konstitusi dan Ketatapemerintahan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Mohammad Syaiful Aris menjelaskan golongan putih (golput) pada mulanya adalah gerakan yang lahir sekitar tahun 1971.
Gerakan golput tersebut di gagas oleh Arif Budiman, aktifis angkatan tahun 1966. Saat tahun 1971 itu, jumlah partai politik hanya ada 10.
Kemudian usaha yang digagas oleh kakak Soe Hok Gie itu mendeklarasikan gerakannya dengan menyebutnya sebagai partai ke 11.
Partai tersebut dibuat bukan untuk mengikuti pemilu, melainkan sebagai bentuk ekspresi atas kekecewaan terhadap partai-partai lain yang tidak dapat menampung aspirasi para aktifis tersebut.
"Memang dia tidak ikut pemilu, hanya mengekspresikan ketidaksetujuannya dengan partai-partai yang ada pada waktu itu," jelas Aris, Jumat malam (13/4).
Ide awal golput bukan gerakan yang tidak hadir di tempat pemungutan suara (TPS), bahkan para golput saat itu tetap mencoblos tetapi bagian yang ditusuk yaitu warna putih diantara sela-sela gambar partai sehingga suara menjadi tidak sah.
Golput dalam konteks sekarang mengalami dua varian perspektif. Pertama, golput itu tidak hadir ke TPS atau orang yang hadir ke TPS dan sengaja membuat suaranya tidak sah.
"Apakah yang dimaksud golput itu tidak hadir menggunakan hak pilihnya karena banyak faktor, mungkin karena faktor itu logis atau juga mungkin masalah teknis misalnya ada tugas," kata Aris.
Namun menurut Aris, sebetulnya sangat sulit untuk menemukan suara tidak sah itu karena golput, bisa jadi sebabnya adalah ketidaktahuan saat memilih di bilik TPS.
"Karena bingung kertas suara yang sekarang itu jumlah partai nasional ada 20 termasuk partai lokal Aceh 4, sehingga orang mungkin bingung cara mencoblosnya."
Lebih jauh Aris menilai bahwa diantara dua perpspektif ini dirinya belum menemukan konsensus terkait deifinisi apa itu golput.
"Sehingga tafsir terhadap golput diantara dua itu, ada yang menafsirkan memang tidak datang ke TPS dan ada yang menafsirkan, pemilih menggunakan suaranya tetapi sengaja dibuat tidak sah."
Reporter: Muhammad Rizky