Bantul, Gatra.com – Menjadi tujuan utama wisata Daerah Istimewa Yogyakarta, Pantai Parangtritis, Bantul sering kali memakan korban jiwa akibat terseret palung laut. Namun bagi para peselancar, palung laut ini dianggap sebagai tantangan untuk ditaklukkan.
Palung laut atau disebut rip current di Pantai Parangtritis adalah ombak atau arus balik usai membentur pantai yang memiliki kecepatan hingga delapan puluh kilometer per jam. Selain kuat, derasnya arus palung ini juga mematikan.
Namun bagi 82 peselancar yang bertanding di ajang ‘Parangtritis National Surfing Competition’, derasnya palung laut adalah tujuan utama mereka.
Digelar Dinas Pariwisata Bantul dan komunitas lokal Dolphin Parangtritis Surf Community (DPSC), ajang adu tangkas peselancar yang pertama kali diadakan ini berlangsung 11-12 April.
Ketua panitia pelaksana sekaligus pembina DPSC Budi Santoso menerangkan, ombak Parangtritis, selain palungnya, ternyata memiliki karakter berbeda dibandingkan pantai lain.
“Parangtritis memiliki ketinggian ombak minimal dua meter untuk berselancar dan ombak itu hadir tiada henti dari pagi sampai sore. Tidak peduli pasang atau surut. Berbeda dengan pantai lain yang ombak besarnya hadir di waktu tertentu,” kata dia di sela-sela mengurusi perlombaan.
Dibagi dalam tiga kategori, yaitu kelas lokal, kelas perempuan, dan kelas terbuka, para peselancar memperebutkan total hadiah Rp20 juta. Ke-82 peselancar ditantang menaklukkan ombak selama 15 menit dengan gerakan terbaik sebagai indikator penilaian. Gerakan jatuh yang terlucu juga akan diberi nilai.
Budi bilang, kemunculan palung laut sangat ditunggu peserta karena sangat membantu akselerasi selancar. Palung tersebut melawan arus ombak yang hadir dari kedua sisi, yakni dari arah laut dan pantai.
“Kehadiran peselancar pemula dan semi profesional dari Bali, Lampung, dan pantai di sepanjang Pulau Jawa kiranya bisa menjadi media belajar serta berkompetisi bagi peselancar lokal yang setiap hari berlatih di sini,” katanya.
Debur ombak yang tiada henti juga diamini Rimanyadi, peserta dari Badung, Bali, yang biasa berlatih di Pantai Canggu. Menurut dia, ombak tiada henti itu memaksanya harus mencari titik ombak pecah sehingga ombak itu bisa ditunggangi.
“Di sana kami harus mencari titik pecah di panjangnya ombak. Ini memaksa peselancar harus terus bergerak ke kanan dan ke kiri untuk menemukannya. Berbeda di Pantai Canggu, titik pecah ombak hanya berada di satu poin,” katanya.
Meski tidak terlalu besar, ombak yang tanpa putus menjadi daya tarik Pantai Parangtritis bagi para peselancar untuk lebih menguasai ombak.
Kepala Dinas Pariwisata Bantul Kwintarto Heru Prabowo mengatakan olahraga selancar memang telah hadir di Parangtritis sejak 2012. Namun baru kali ini pihaknya berani mengadakan ajang selancar berskala nasional.
“Kami ingin kegiatan ini lebih mengangkat nama Parangtritis sebagai tujuan wisata olahraga. Kami ingin masyarakat tahu bahwa palung laut bisa dimanfaatkan untuk berolahraga,” katanya.
Kehadiran ajang ini diharapkan mampu menarik wisatawan internasional untuk mencoba ombak Pantai Parangtritis sehingga mampu menggenjot ekonomi di sana.
Kwintarto berjanji pihaknya akan terus melakukan pembenahan agar kawasan ini, baik dari infrastruktur maupun sumber daya manusianya, siap menyambut turis asing.
Reporter : Kukuh Setyono