Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mempertimbangkan untuk melakukan upaya hukum atas putusan sela majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menolak permohonan KPK menjadi tergugat intervensi dalam perkara gugatan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh (IKS) soal Helikopter AugustaWestland (AW) 101.
"KPK akan mempertimbangkan melakukan upaya hukum terhadap putusan sela ini," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK di Jakarta, Rabu (17/10).
KPK berupaya menempuh langkah hukum karena selaku pihak yang sedang menyidik kasus korupsi pengadaan helikopter AW 101 bersama POM TNI, terganggu dengan gugatan yang dilayangkan tersebut.
Selain itu, KPK juga menilai bahwa perjanjian-perjanjian dalam pengadaan Heli AW-101 tersebut diduga menjadi bagian dari persoalan yang menimbulkan kerugian negara.
Kemudian, dalam kontrak jual-beli pengadaan helikopter angkut AW-101, terdapat beberapa fakta hukum yang kami duga tidak menunjukkan adanya itikad baik tersangka yaitu dugaan rekayasa lelang Heli AW 101
"Kami menilai ada sejumlah risiko yang dapat semakin merugikan keuangan negara jika gugatan perdata ini nanti dikabulkan oleh hakim," katanya.
KPK mengharapkan pengadilan secara bijak memproses gugatan-gugatan perdata oleh pihak-pihak yang diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Jangan sampai, negara dirugikan lebih besar dan gugatan seperti ini kemudian menjadi ruang bagi pelaku korupsi ke depan untuk meloloskan diri.
"KPK mempercayai independensi dan imparsialitas pengadilan yang menangani perkara ini ataupun perkara lain, khususnya yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang ditangani KPK," ujar Febri.
IKS mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada tanggal 23 Mei 2018 melalui permohonan perkara No. 252/Pdt.G/2018/PN. Jkt.Timur terhadap TNI Angkatan Udara (AU), Kepala Staf TNI Angkatan Udara selaku KPA, serta turut tergugatnya adalah Menteri Pertahanan (Menhan) dan Menteri Keuangan (Menkeu).
Adapun gugatan IKS pada pokoknya meminta agar PN Jaktim memerintahkan penggugat untuk menyerahkan kekurangan barang-barang materiil kontrak pengadaan helikopter AW 101.
Kemudian, meminta majelis hakim menghukum para tergugat untuk membayar ganti kerugian sejumlah Rp164.305.741.850 (Rp164,3 miliar, mengembalikan uang jaminan pelaksanaan senilai Rp36.945.000.000 (Rp36,9 miliar), dan lain-lain.
Sebelumnya, KPK menetapkan Presiden Direktur (Presdir) PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, sebagai tersangka dalam kasus pembelian helikopter AugustaWestland (AW)-101 di TNI AU senilai Rp 738 milyar tahun anggaran 2016-2017.
Penetapan tersangka dari pihak swasta ini dilakukan setelah KPK melakukan kerja sama pengusutan kasus korupsi pembelian helikopter tersebut bersama Puspom TNI. Pupsom TNI sendiri sudah menetapkan 4 orang tersangka dari unsur militer.
Keempat tersangkanya adalah Marsekal Pertama TNI FA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kemudian, Letnan Kolonel WW selaku pemegang kas, Pembantu Letnan Dua SS; serta, Kolonel Kal FTS selaku Kepala Unit pada TNI AU.
KPK menduga bos PT Diratama Jaya Mandiri itu melakukan perbuatan melawan hukum untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dalam pengadaan helikoter AW-101 TNI AU itu sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp 224 milyar.
Ifan Kurnia Saleh awalnya mengikuti proses lelang helikopter AW-101 di TNI AU dengan menyertakan kedua perusahaannya. Sebelumnya, dia meneken kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter senilai US$ 39,3 juta atau setara Rp 514 milyar.
Pada Februari 2016, PT DJM diumumkan ditunjuk sebagai perusahaan untuk pengadaan heli itu dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU dengan nilai kontrak Rp 738 milyar.
Atas perbuatan tersebut KPK menyangka Ifan Kurnia Saleh melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Iwan Sutiawan