Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Arven Marta, mengatakan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang kini tengah bergulir di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) dapat menyederhanakan regulasi yang selama ini menjadi penghalang investasi di Indonesia.
Arven menilai salah satu faktor yang menghambat laju perekonomian di Indonesia selama ini adalah jalur birokrasi.
“Melalui Omnibus Law, jalur birokrasi yang selama ini berbelit-belit karena regulasi yang panjang akan terpangkas. Itu berdampak pada proses investasi yang selama ini dikeluhkan oleh sebagian investor, akan berjalan dengan cepat,” kata Arven di Jakarta, Rabu (15/4).
Dengan adanya penyederhanaan regulasi tersebut, lanjut Arven, investasi di Indonesia akan mudah dan secara otomatis dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Menurut saya (Omnibus Law) baik bagi iklim investasi di Indonesia dan bisa memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya.
Arven meyakini kehadiran Omnibus Law Cipta Kerja dan Omnibus Law Perpajakan nantinya dapat saling mendukung dan saling melengkapi, serta menjadi pemantik dalam upaya cita-cita bersama untuk kepentingan ekonomi nasional.
“Perpaduan kedua Omnibus Law sangat tepat jika diimplementasikan di tengah dinamika ketidakpastian geopolitik global saat ini, akibat upaya proteksionisme negara adidaya. Penciptaan iklim investasi yang kondusif akan sangat berpengaruh terhadap meningkatnya daya tarik investasi nasional, yang diharapkan dapat menarik pola aliran investasi negara–negara maju di berbagai kawasan Indonesia,” ujarnya.
Arven mengharapkan Omnibus Law Cipta Kerja akan menyasar 11 hal pokok diantaranya penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan; pemberdayaan dan perlindungan UMKM; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; juga investasi dan proyek pemerintah serta kawasan ekonomi.
Dari kesemuanya itu diharapkan juga dapat dirancang penyederhanaan berusaha yang meliputi perizinan dasar (izin lokasi, perizinan lingkungan, perizinan bangunan gedung) serta perizinan sektor yang mencakup lima belas sektor.
Omnibus Law Perpajakan mencakup enam pilar, yaitu pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha, dam fasilitas. Keenam pilar tersebut akan fokus pada penguatan peran instrumen fiskal sebagai counter cyclical dalam menjaga kestabilan ekonomi dengan memastikan kemudahan iklim berinvestasi.
“Omnibus Law diharapkan menjadi lompatan besar dan langkah terobosan dalam mengupayakan iklim investasi yang kondusif, sehingga hyper-regulation, baik sektoral maupun operasional yang selama ini menjadi penghambat masuknya investasi dapat diminimalisir guna memastikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat berjalan sesuai harapan,” katanya.
Meski mendukung, aktivis HMI ini memiliki sejumlah catatan kritis, di antaranya saat negara menghadapi pandemi covid-19 seperti sekarang ini, agaknya kurang elok membahas Omnibus Law.
Dia menyarankan agar semua pihak fokus menghadapi covid-19.
“Menurut saya, saat ini Omnibus Law kurang pas untuk dibahas, karena di situasi covid-19 ini, lebih baik membahas soal pemulihan covid-19 telebih dahulu,” sarannya.
Setelah pandemi corona berakhir, ia meyakini bahwa Omnibus Law dapat menjadi solusi dari krisis ekonomi yang terjadi.
“Saya optimis sekali dan berharap setelah pandemi covid-19 ini, Omnibus Law mampu menjadi solusi bagi peningkatan ekonomi Indonesia, dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Kita tahu akibat dari covid-19, menyebabkan perlambatan ekonomi global, perlu ada gebrakan khusus,” katanya.