Toba Samosir, Gatra.com – Warga masyarakat Sigapiton menolak bahwa tanah wilayat mereka disebut sebagai tanah pemerintah. Menurut mereka, tanah tersebut adalah warisan leluhur yang harus dipertahankan dan dikembangkan untuk kesejahteraan warga.
Salah satu tokoh masyarakat Sigapiton yang dikonfirmasi Gatra.com, Togi Butarbutar mengatakan bahwa upaya pengembangan pariwisata yang dilakukan pemerintah tidak pernah ditolak warga. Namun warga berharap mereka mendapat pengakuan sebagai pemilik tanah wilayat karena tanah tersebut merupakan bagian dari peninggalan leluhur dan jati diri mereka sebagai masyarakat batak.
Baca Juga: BPODT Klaim Tanah di Sileang-leang, Sigapiton Milik Mereka
“Dulu tanah itu pernah dipinjamkan leluhur kami untuk dijadikan kawasan reboisasi. Setelah selesai reboisasi kayu disana ditebang dan dikelola kembali oleh warga untuk mencari nafkah lewat pertanian,” terangnya, Kamis (12/9).
Togi mengatakan bahwa perjuangan mereka sudah sangat panjang mempertahankan tanah adat tersebut. Karena mereka dari keturunan raja na opat Sigapiton meliputi marga Butarbutar, Sirait, Manurung, Nadapdap dan marga menantu.
Baca Juga: Masyarakat Hukum Adat Minta Hutan Adatnya Dikembalikan
Pada jaman Soeharto kawasan tersebut memang dipinjamkan untuk reboisasi karena pada saat itu di lahan tersebut sulit mendapat air. Berkisar ditahun 90 an, masyarakat kembali mengelolanya dan mengusahakannya.
“Kita sudah meminta itu dikembalikan pada waktu itu, namun kehutanan menolak. Tahun 2015 kita juga suda memperjuangkannya. Dan terus memohon untuk dikembalikan. Hingga tahun 2016 dimasukkan menjadi program pariwisata tanpa sepengetahuan masyarakat,” jelasnya.
Baca Juga: Niat Hadiri Peresmian ”The Caldera-Toba Nomadic Escape”, Warga Diusir
Pada saat identifikasi, pihak pemerintah mengatakan bahwa tidak ada masyarakat disana. Bahkan menyebutkan kawasan tersebut hutan. “Jadi perjuangan kami tidak pernah direspon. Termasuk saat Jokowi datang keluhan kami dikubur agar tidak terdengar,” jelasnya.
Jalan terakhir yang mereka lakukan adalah penolakan pelebaran jalan. Karena dikawasan tersebut terdapat bukti – bukti bahwa fisik yang menunjukkan mereka sebagai pemilik tanah. Salah satunya makam – makam leluhur mereka.
Baca Juga: Proyek KSPN Danau Toba Rampas Tanah Adat Desa Sigapiton
“Pemerintah tidak pernah menganggap kami ada. Hanya membuat dampak sosial dan kami dianggap sebagai penduduk liar. Dan itu membuat kami semakin sedih. Itu sadis, pemerintah Toba Samosir juga tutup mata,” tambahnya.
Butarbutar mengatakan bahwa mereka mendukung pembangunan, namun mereka meminta pengakuan dan memaksimalkan masyarakat sebagai pengelola. “Semoga ini bisa menjadi perhatian pusat, terlebih presiden. Karena menteri sudah mengetahui ini. Tetapi tidak ada solusi,” paparnya.
Reporter: Baringin Lumban Gaol