Sleman, Gatra.com – Kementerian Kesehatan menyatakan setiap hari ada 70 ton limbah dari 2.820 rumah sakit se-Indonesia yang belum diolah di lokasi pengolahan. Keterbatasan jumlah pengolahan limbah, yakni hanya 10 perusahaan, menjadi faktor utama kondisi itu.
Hal ini dikemukakan di diskusi perdana mahasiswa baru program studi magister ilmu kesehatan masyarakat (IKM) Fakultas Kesehatan UGM, Kamis (15/8), dengan topik ‘Solusi Kebijakan Limbah Medis di Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan: Apakah Pemerintah Daerah Dapat Berperan’.
Hadir Direktur Kesehatan Lingkungan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Imran Agus Nurali dan Sekertaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia G Partakusuma.
“Saat ini total limbah atau timbulan medis dari rumah sakit baik pemerintah maupun swasta mencapai 294 ton per hari. Baru sekitar 220-an ton yang bisa diolah 10 perusahaan limbah berizin dan diangkut armada resmi,” jelas Imran.
Baca Juga: DIY dan Lima Provinsi SIapkan Area Pengolahan Limbah Medis
Ia melanjutkan, limbah tersebut berada di rumah sakit atau di lokasi pengolahan menunggu proses pembakaran di incinerator bersuhu tinggi.
Menumpuknya limbah ini, menurut Imran, karena sedikitnya perusahaan pengolahan limbah, yakni lima usaha di Jawa dan empat lainnya tersebar di Batam, Kalimantan, dan Sulawesi. Kendala lainnya adalah mahalnya teknologi pembakaran juga susahnya pengurusan izin lintas kementerian.
Ia menjelaskan, untuk mendirikan tempat pengolahan limbah, pengusaha harus mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Demikian juga dengan usaha angkutan limbah medis, pengusaha wajib memenuhi persyaratan Kementerian Perhubungan. Perusahaan angkutan pembuangan limbah medis saat ini tercatat 100 armada yang melintasi rumah sakit seluruh Indonesia,” kata Imran.
Untuk mengurangi limbah medis, Kemenkes mengajak pemerintah daerah menyediakan pengolahan limbah. Pihak rumah sakit juga diminta untuk mendaur ulang limbah yang tidak berbahaya. Upaya lain, meningkatan kapasitas tempat pembakaran limbah.
Baca Juga: Pemkab Bantul Abaikan Limbah, Warga Blokir Irigasi
Sekjen Persi Lia G Partakusuma menerangkan limbah medis seperti sisa jarum suntik, sisa alat dalam layanan kesehatan, dan jaringan tubuh pasien adalah berbahaya dan menyebarkan penyakit.
“Karena itu limbah wajib dikelola dengan baik sampai dinyatakan tidak membawa dampak pada lingkungan dan hasil pembakaran wajib dilaporkan ke rumah sakit bersangkutan,” jelasnya.
Selama ini keterbatasan tempat pengolahan limbah membuat tarif layanan armada pengiriman limbah menjadi mahal. Untuk rumah-rumah sakit di pulau yang tidak memiliki usaha pengolahan limbah, harga pengiriman mencapai Rp100.000-Rp140.000 per kilogram.
“Saat ini baru 87 rumah sakit yang memiliki incinerator sendiri dalam pengelolaan limbahnya. Sisanya mengandalkan 10 pengolahan limbah itu,” katanya.