Bantul, Gatra.com - Padepokan Seni Bagong Kussudiardja yang didirikan oleh mendiang maestro tari itu rutin merekrut seniman-seniman muda untuk melakukan residensi selama 10 bulan di program seniman pasca-terampil.
Hasilnya, untuk tahun ini, lima seniman milenial peserta program tersebut menampilkan karya-karya mereka di pameran ‘Sihir Kata’. Pameran digelar di padepokan seni itu di Dusun Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul, sepanjang 12-30 Juli 2019.
Menariknya, lima perupa muda unjuk gigi melalui karya-karya lintas disiplin. Briyan Farid Abdillah Arif, seniman 27 tahun asal Kudus yang pernah ikut pameran di Italia pada 2015 dan berlatar pendidikan seni rupa di Universitas Negeri Semarang ini menciptakan karya instalasi ‘Sugesti Prestise’.
Ia memasang cermin besar setinggi manusia. Di atas cermin yangretak-retak itu, ia memacak pula kaos hitam secara terbalik--bagian dalam kaos di luar, bagian luar di kaos--dan pada bagian kepala ditempatkan kaleng kerupuk merah dengan tulisan ‘tabah’.
Baca Juga: Melihat Karya Seni Era 4.0 di Lustrum ke-7 ISI Yogyakarta
Melalui karya ini, Briyan ingin menawarkan gagasan bahwa manusia kerap kali lebih percaya pengaruh dari luar,terutama orang yang dianggap berpengaruh dan punya kedudukan. “Padahal seharusnya motivasi itu dari diri kita dulu, spontan, bukan dari luar,” kata Briyan kepada Gatra.com, saat ditemui di pameran, Jumat (19/7).
Ia juga mencomot canda dan idiom Jawa, bahwa jika bingung, kita diminta memakai kaos dalam kondisi terbalik. “Saya juga pakai kaleng kerupuk yang kadang harus dibuka saat keluar-masuk kerupuk. Itu seperti pikiran,” ujar Briyan yang melengkapi proses kreatifnya untuk karya ini melalui survei ke 25 orang.
Selain Briyan, 'Sihir Kata' melibatkan seniman teater Muhrizul Gholy yang menampilkan ‘Kalis Sasmita’. Karya ini berupa instalasi bantal dan guling yang bergelantungan di atas serakan buku-buku yang coba berbicara tentang mimpi.
Ada pula perupa Asmiati Sihite dengan ‘Refleksi Waktu’ soal kekerasan dalam rumah tangga yang memadukan ilustrasi sureal dengan instalasi jam dinding dengan angka dan putaran jarum terbalik.
Baca Juga: Dari Voltus sampai Daft Punk, Milenial De Britto Reka Ulang Era 80-90an
Penari muda asal Maluku, Theodora Melsasail, mengemukakan relasi anak dan orang tua dalam ‘Ruang Komunikasi’ melalui balon-balon kata ala komik yang diwujudkan jadi semacam marka dan kotak pos dengan warna cerah.
Tak ketinggalan sineas Azwar Ahmad yang punya gagasan ihwal ruang sosial di karya ‘Formatif’, semacam tonggak jam matahari di atas lingkaran pasir dengan aneka kata-kata.
Namun semua karya rupa dan isu di pameran 'Sihir Kata' ini dibuhul dalam satu tema atau narasi besar yang ditawarkan dan dibahas selama residensi, yakni legenda sosok Aji Saka, yang dikisahkan menemukan aksara Jawa beserta makna petuahnya.
Karya Briyan, contohnya, mengambil bagian saat Aji Saka terpengaruh oleh ramalan mampu mengalahkan Raja Dewatacengkar di Kerajaan Medang. “Ia tersugesti menjadi raja di sana. Padahal selama perjalanan ia melewati banyak daerah dan punya kontribusi,” katanya.