Lampung, Gatra.com - Direktur Jendral Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi, mengatakan, pisang lokal saat ini menjadi primadona buah unggulan di Indonesia. Tidak hanya bisa mencukupi permintaan dalam negeri, tapi bisa bersaing di pasar internasional.
Suwandi menyampaikan keterangan tersebut dalam kunjungan kerjanya di Kabupaten Tenggamus, Lampung, Jumat (10/5). Dia mengunjungi tempat produksi pisang lokal yang dikelola oleh Koperasi Tani Hijau Makmur.
Koperasi Tani Hijau Makmur memproduksi dan menanam salah satunya pisang mas kirana. Hasil pisang ini bisa memenuhi permintaan pasar lokal. "Bahkan dengan kualitas yang bagus bisa masuk ke supermarket dan sudah kita ekspor ke luar," ungkapnya dalam keterangan tertulis.
Suwandi menjelaskan, penghasil pisang tersebar di pelosok nusantara, di antaranya di Lampung. Proses penanaman pisang sampai panen membutuhkan waktu sekitar 9 bulan. Agar kulit pisang mulus dan bebas dari penyakit, maka jantung pisang diberi perlakuan suntik dengan zat organik ramah lingkungan.
Setelah dipanen, pisang-pisang ini memasuki proses pembersihan yakni dicuci dan dilap. "Setelah bersih, pisang-pisang ini juga akan melalui proses penirisan sebanyak 2 kali sehingga terbebas dari kotoran dan serangga atau hama," ungkapnya.
Semua pisang bersih, lanjut dia, kemudian akan di-grading dengan cara ditimbang satu per satu. Misal pisang dengan berat 0,8 kilogram masuk ke grade A, sedangkan pisang dengan berat 0,67 kilogram masuk ke grade B. Proses selanjutnya pisang ini akan disusun dalam kardus dengan total berat 11 kilogram per kardusnya.
"Semua pisang ini dalam keadaan mentah, dan akan matang dalam waktu 4 hari jika disimpan dalam suhu 14 derajat," ujar Suwandi.
Lalu bagaimana pemanfaatan pisang yang reject? Suwandi menekankan nantinya akan diolah menjadi sale pisang, sehingga tetap memberikan nilai tambah atau pendapatan bagi petani. Untuk rasanya, sale pisang mas mempunya rasa yang paling manis dibandingkan jenis lainnya.
"Sale pisang ini juga mempunyai pasar yang cukup besar, salah satunya untuk Sumedang, Jawa Barat," ucapnya.
Lebih lanjut Suwandi mengatakan bahwa pisang mas sangat diminati oleh konsumen di Singapura dan China. Tidak hanya pisang mas, di Lampung ini sudah mengekspor pisang cavendish. Imagenya Indonesia itu masih impor pisang, saya katakan itu tidak benar, kita tidak ada impor pisang, bahkan kita sudah ekspor pisang.
"Jadi, mari bersama kembangkan potensi pisang ini, sehingga ke depan bisa memasok kebutuhan pasar lokal dan luar negeri. Cintai produksi dalam negeri, konsumsi pangan lokal dan viva Republik Indonesia. Salam dari lampung," tandas Suwandi.
Pada kesempatan yang sama, Kadis Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, Achmad Chrisna Putra mengatakan bahwa ada 3 jenis pisang yang dibudidayakan, yakni mas kirana, barangan, dan cavendish. Untuk lahannya di Lampung ini totalnya bisa mencapai 1.000 hektare, khusus di Tanggamus 500 hektare.
"Untuk penanamannya kami mengembangkan dengan kultur jaringan. Jadi tanamannya bisa tumbuh seragam dan kompak," katanya.
Staf PT Great Giant Pineapple yang menangani pisang di Tanggamus, Sigit menambahkan, permintaan pasar dalam negeri sampai 3.000 kardus per minggu, sedangkan yang bisa dipasok dari daerah sini baru 500 kardus per minggu. Artinya masih ada peluang pasar sekitar 6 kali lipat dari pemasok sekarang, artinya potensi pasar luar biasa.
"Tidak hanya potensi pasar dalam negeri, potensi pasar luar negeri juga sangat besar," sebutnya.
Untuk Singapura, permintaan sebanyak 1 kontainer sekitar 5,6 ton per minggu dan China sebanyak 2 kontainer sekitar 10 ton lebih per minggu. Realisasinya, permintaan sebanyak ini baru bisa kami penuhi hanya 108 kardus. "Hal ini menjadi peluang besar hampir 15 kali lipat," kata Sigit.